Karya Nazar Shah Alam

cerpen

Kuceritakan sedikit soal negeriku. Ini penting kau tahu kawan! Dulu, dulu sekali ilalang dan rerumputan negeri kami selalu tumbuh merah, karena tanah tempat tumbuhnya menampung darah. Seulanga dipaksa menanggalkan perawan, jeumpa menjadi diam ketakutan melihat malam. Malam dipercepat kelamnya, cepat hitam, cepat mencekam. Jangkrik ikut-ikutan takut bersuara. Pagi, mentari takut-takut keluar, embun diam-diam saja menyelinap. Saat mereka yang ditakuti seluruh isi negeri datang, embun-embun itu cepat-cepat masuk kembali ke perut bumi. Siang kadang-kadang memancarkan cahaya segan sekali, takut dia akan murka para pemilik senjata. Langit sangat sering menangis, kengerian, trauma melihat semburan anggur merah dari tubuh anak negeri yang lama sekali sudah dipayunginya.

Dulu, dulu sekali tanah ini hanya dipenuhi oleh tiga nama, serdadu, separatis, dan satu lagi, ini yang paling menakutkan,Ya itu dia OTK. Orang yang disebut tak dikenal inilah yang dulunya banyak mencetak bebijian atau benih-benih yatim, mereka menabur tak terhitung janin janda di sepanjang seuramo negeri ini. Mereka yang juga mencabik-cabik wajah-wajah seulanga dan jeumpa itu. Derita-derita pun makin menyiksa batin semua pendiam negeri. Luka-luka menganga di mana-mana. Semua telah menohok ketentraman dan kebahagiaan kami. Tanpa tahu kesalahan apa rakyat negeri, namun beban-beban yang ditanggung seperti sudah jadi murka.

Api kekerasan menyulut mengusik kami beranak pinak. Sekejap reda,lau kembali bernyala. Padam sesaat dan berkobar lagi.Air mata anak negeri pun menjadi kering dan mengeras. Namun ada keyakinan,api kapan pun bisa padam,dan setitik demi setitik mulai mereda.Api menjadi padam ketiga gelombang laut menjilati sepertiga negeri. Itu pula yang dibayar mahal dengan jiwa yang beribu-ribu hilang termasuk mereka yang bernama dan telah merenggut nyawa. Airlaut itu yang kemudian mencuci darah, bahkan bumi negeriku, menghanyutkan bau amis penindasan bersama hitamnya. 

Sesaat tenang, damai. Panjanglah waktu saat damai. Tapi aku tak begitu suka damai. Tentu kau heran kawan! Sekedar kau ingat ketika tanah ini masih berbau darah, ada rasa iman begitu menggelayut setiapjiwa,setiap sisi negeri ini seakan tak putus memuji Allah. Namun ketika damai ini dating, ternyata mereka jsutru menjauh dari Tuhan. Berbilang tahun damai ini diraih,dan selama itu pula syukur atas doa-doa mereka saat sengsara yang terkabul Rabb, menjadi diabaikan. Benarlah, manusia terlalu cepat lupa. Isi negeri ini lupa masa sengsara, bahkan lupa orang-orang yang senasib dulu,bahkan lupadirinya sendiri.***

* Nazar Shah Alam; mahasiswa Gemasastrin FKIP Unsyiah.